Babak Yang Tak Pernah Kuinginkan
Aku duduk di ujung ruangan gelap, hanya cahaya dari layar komputer jinjingku yang sedikit mengusir pekat. Ini tempat favoritku, ya, aku menyebutnya kamar. Ruangan ini sempit, sunyi, dan di sinilah aku merasa paling aman, meskipun terkadang kesunyian itu juga terasa menghimpit.
Dengan tangan yang gemetar, aku membuka komputer jinjingku. Rasanya ingin mencoba menulis, entah apa yang ada di pikiranku saat itu. Kepalaku seperti arena perdebatan yang tak kunjung usai, suara-suara bertabrakan, bertanya tanpa ada jawaban yang memuaskan.
Aku kebingungan. Sebenarnya, apa yang terjadi?
"Apa salahku? Apa yang sebenarnya sedang berlangsung?"
Aku mengusap bulir-bulir air yang menggenang di ujung mataku. Dinding di belakangku menjadi sandaran, sementara selimut di bahuku seolah memelukku, menenangkan tubuh yang bergetar. Namun, di tengah kekacauan pikiranku, sesuatu tiba-tiba terasa berbeda.
Firasat itu datang begitu saja, menyelusup di sela keheningan. Seolah semua jawaban yang kucari selama ini tiba-tiba terungkap. Tapi, dari mana datangnya perasaan ini? Kenapa orang-orang bisa dengan mulusnya menyusun skenario ini? Seolah semuanya telah dirancang tanpa celah, tanpa memberiku kesempatan untuk memahami atau membela diri. Seperti naskah yang sudah disepakati, sementara aku hanya pemeran yang tak tahu-menahu alurnya.
-geitea-
Komentar
Posting Komentar