hahahahaha
Ada sesuatu tentang cinta yang begitu dalam, sesuatu yang tak pernah benar-benar bisa kita lupakan atau tinggalkan sepenuhnya. Ada cinta yang bertahan dalam ingatan, yang melekat seperti bayangan di balik mata kita, meskipun waktu berlalu dan jarak semakin jauh. Cinta yang sempat singgah dan mungkin tak pernah benar-benar pergi, meskipun langkah-langkah kita telah menjauh dan kehidupan telah membawa kita ke arah yang berbeda.
Cinta seperti ini mungkin tak lagi tampak dalam kebersamaan sehari-hari, tak lagi terdengar dalam obrolan malam atau pesan singkat yang pernah saling kita kirim. Namun, di suatu tempat di dalam hati, perasaan itu tetap ada, bersinar redup namun abadi. Cinta yang tak pernah usai bukanlah tentang seseorang yang kita temui setiap hari, tapi tentang seseorang yang keberadaannya tetap terasa, meski dia sudah tak lagi ada di samping kita.
Kadang, cinta seperti ini terasa menyakitkan, terutama saat kenyataan memaksa kita untuk menerima bahwa kita tak lagi berjalan di jalur yang sama. Ada harapan yang tak tersampaikan, ada kata-kata yang tertahan di bibir, ada rindu yang tak berujung pada pertemuan. Namun, di dalam keheningan itu, cinta ini tumbuh menjadi sesuatu yang lain—sesuatu yang lebih dewasa, yang lebih ikhlas, meski tetap saja terasa berat untuk dihadapi.
Cinta yang tak pernah usai bukanlah tentang kebahagiaan yang kita bagikan secara nyata, tapi tentang keindahan yang tetap hidup di hati. Dia bukan tentang cemburu, bukan tentang sakit hati atau kekecewaan, melainkan tentang sebuah penerimaan yang perlahan kita pelajari. Mungkin kita belajar untuk menyimpan cinta itu, merawatnya dalam kenangan dan dalam doa yang diam-diam kita panjatkan. Setiap kali memikirkan dirinya, ada rasa tenang yang mengalir; kita tahu bahwa meskipun tidak bersama, dia tetap ada dalam cara yang tak bisa dijelaskan.
Ada banyak hal yang mungkin tidak kita pahami tentang cinta seperti ini, mengapa dia bertahan meski segala sesuatunya telah berakhir. Tapi mungkin, cinta yang tak pernah usai adalah cinta yang paling murni—cinta yang memberi tanpa harus memiliki, yang berharap tanpa harus selalu bersama, yang merelakan dengan penuh keikhlasan. Cinta ini ada bukan untuk menuntut, bukan untuk menguasai, melainkan hanya untuk mengingatkan bahwa di dalam hati, ada sebuah ruang yang tak pernah benar-benar kosong. Sebuah ruang kecil yang selamanya terisi dengan cinta untuk seseorang yang pernah begitu berarti.
Jadi, ketika kehidupan membawa kita menjauh darinya, ketika waktu menghapus jejak-jejak pertemuan kita, cinta ini tetap hidup sebagai bagian dari diri kita. Bukan sebagai luka, bukan sebagai kehilangan, tapi sebagai sebuah pelajaran indah bahwa pernah ada cinta yang begitu dalam, yang meski tak lagi dapat disentuh, tak pernah benar-benar usai.
Komentar
Posting Komentar